"Diperlukan waktu 20 tahun untuk membangun reputasi dan 5 menit untuk menghancurkannya. " -- Warren Edward Buffett, investor dan pengusaha Amerika
REPUTASI mengalahkan segalanya.
Citra dan kepercayaan pelanggan di atas segalanya, tak peduli berapa pun ongkos yang harus dikeluarkan.
Tak percaya?
Lihatlah apa yang dilakukan pabrikan mobil Jepang, Mazda, belum lama ini. Mazda mengambil keputusan besar untuk memusnahkan sebanyak 4.703 mobil yang masih tergolong keluaran terbaru, jenis Mazda3 dan CX-7. Mazda CX-7 sendiri dipersenjatai mesin MZR 2.3L Direct Injection Spark Ignition turbo.
Dengan spesifikasi mesin tersebut, mobil ini punya tenaga maksimum 235 HP pada putaran 5.000rpm, dan torsi maksimum mencapai 350Nm/2.500rpm.
Diperkirakan, mobil-mobil yang dimusnahkan tersebut bernilai sekitar US$ 100 juta. Lebih dari sekadar cukup untuk membeli kerupuk untuk dibuat hujan di atas negeri ini.
Bukan main. How come?
Berbagai pertanyaan pun muncul. Mengapa tidak dilelang saja atau hanya menjual suku cadangnya saja?
Ada ceritanya.
Hal ini bermula ketika The Cougar, sebuah kapal kargo yang mengangkut 4.703 unit mobil produksi Mazda tersebut mengalami kecelakaan dua tahun silam. The Cougar saat itu tengah menempuh perjalanan laut dari Jepang menuju Vancouver, British Colombia, Tacoma, Washington dan Port Hueneme, California.
Namun pada kenyataannya, ribuan mobil itu tak mengalami kerusakan, karena sistem penyimpanan yang aman di dalam kapal. Seperti diungkapkan di awal, citra memang mengalahkan segalanya.
Akhir tahun 2006, Mazda berjanji untuk tidak melempar mobil-mobil yang berada di dalam kapal the Cougar ke pasaran. Beberapa alternatif solusi pun bermunculan, misalnya mobil-mobil tersebut digunakan untuk penelitian di sekolah kejuruan otomotif, atau menggunakannya untuk film-film laga. Toh pada akhirnya, opsi pemusnahan total dinilai menjadi pilihan terbaik.
Mazda benar-benar tak ingin bermain dengan risiko, karena tetap saja selalu ada kemungkinan produk-produk itu memiliki keluhan. Jika itu terjadi, cilaka dua belas namanya, bukan hanya divisi garansi Mazda yang mengalami kerepotan, tetapi lebih dari itu, citra dan reputasi Mazda sebagai salah satu produsen otomotif terdepan pun akan hancur.
Reputasi bagi sebuah individu, lebih-lebih perusahaan merupakan hal yang penting.
Tahun 2004, survey yang dilakukan Hill and Knowlton's Corporate Reputation Watch mendapatkan hasil:
"93% of senior executives believe that customers consider corporate reputation important or extremely important."
Tahun 2001, polling yang dilakukan Firma Asuransi AON terhadap 2000 perusahaan papan atas di Inggris menunjukkan bahwa kehilangan reputasi dilihat sebagai sebuah risiko terbesar.
Kehilangan reputasi yang baik jauh lebih mudah dibanding usaha untuk membangunnya kembali. Dibutuhkan waktu berpuluh-puluh tahun untuk membangun reputasi yang baik, tetapi diperlukan waktu lima menit saja untuk meruntuhkannya. Lihatlah apa yang dialami perusahaan-perusahaan semacam Enron, Merrill Lynch, General Electric dan WorldCom. Perusahaan-perusaha an di Indonesia mengambil hikmah akan pentingnya mengelola reputasi perusahaan
Lantas, apa sesungguhnya yang dimaksud reputasi?
Ada banyak teori.
Professor Gary Davies dari Manchester Business School memberikan definisi semacam ini,
"Reputation is a collective term referring to all stakeholders' views of corporate reputation, including identity and image." Atau dengan kata lain, reputasi merujuk pada semua pendapat orang lain tentang prestasi, mencakup pencitraan dan pengenalan konsepnya.
Tentu yang dimaksud reputasi di sini adalah reputasi yang baik, harum, dan positif. Kalau yang buruk, jangan dipelihara, mendingan dihapus lalu diganti dengan yang baik. Nah, untuk itu juga tidak mudah, bahkan lebih berat. Sangat mungkin, dibutuhkan tenaga, pikiran, dan uang yang tidak sedikit. Hal ini bisa kita simak di berbagai media massa, apalagi menjelang pemilihan umum tahun depan.
Harus diakui mengelola reputasi bukanlah pekerjaan yang mudah. Masih ingat Pak Raden? Itu loh, tokoh dalam film serial Si Unyil. Bapak tua dengan kumis lebat itu memiliki reputasi yang kurang oke di mata Unyil dan teman-temannya. Kalau Anda yang sempat menonton acara ini ketika ditayangkan di TVRI, tentu tahu sebabnya. Pak Raden memiliki reputasi sebagai orang tua yang kikir, malas kerja bakti, mau menang sendiri, dan suka menyombongkan diri dengan bahasa Belandanya.
Lain lagi dengan Pak Ogah, si botak yang lebih suka nongkrong di pos ronda bersama karibnya Pak Ableh, yang juga sama-sama pemalas. Meski mereka pernah punya pabrik batako Ekspress Gembol, tapi karena malas, pabrik itu tak bertahan lama. Tentu bukan itu yang dimaksudkan dalam tulisan ini.
Jadi mulai saat ini, bila ingin mengelola reputasi, segera ingat-ingatlah reputasi yang melekat pada diri Anda. Hitung untung dan ruginya, pilih dan pilah semuanya.
Nah, di kantor Anda dikenal sebagai karyawan yang lebih banyak mengobrol?
Sering tidur di saat jam kerja?
Atau pendiam tapi penuh dengan ide brilian? misalnya.
Silakan pilah dan pilih lagi. Kalau sudah menemukan, bersyukurlah. Kalau ada yang buruk, segera tinggalkan, bisa bertahap atau langsung, just do it, dan tanpa perlu tebar pesona. Kalau ada yang baik, itu artinya tinggal mengelolanya.
Bagaimana ketika suatu masalah mengancam reputasi diri Anda? Tentu saja ketika mulai goyah, Anda pun harus menyelamatkannya, tapi tak perlu dengan harus mengeluarkan uang hingga jutaan dolar seperti pabrikan mobil Mazda.
Selain tidak punya duit sebanyak itu, untuk sekadar memelihara reputasi sebagai orang royal di kantor, cukuplah dengan mentraktir karyawan lainnya di tukang bakso sebelah.
Sumber: Mengelola Reputasi oleh Sonny Wibisono, penulis, tinggal di Jakarta
No comments:
Post a Comment