Myspace Backgrounds

Wednesday, January 30, 2008

Arloji Tukang Kayu


Ada seorang tukang kayu. Suatu saat ketika sedang bekerja, secara tak disengaja arlojinya terjatuh dan terbenam di antara tingginya tumpukan serbuk kayu. Arloji itu adalah sebuah hadiah dan telah dipakainya cukup lama. Ia amat mencintai arloji tersebut. Karenanya ia berusaha sedapat mungkin untuk menemukan kembali arlojinya.

Sambil mengeluh mempersalahkan keteledoran diri sendiri si tukang kayu itu membongkar tumpukan serbuk yang tinggi itu.Teman-teman pekerja yang lain juga turut membantu mencarinya. Namun sia-sia saja.

Arloji kesayangan itu tetap tak ditemukan. Tibalah saat makan siang. Para pekerja serta pemilik arloji tersebut dengan semangat yang lesu meninggalkan bengkel kayu tersebut. Saat itu seorang anak yang sejak tadi memperhatikan mereka mencari arlojiitu, datang mendekati tumpukan serbuk kayu tersebut.

Ia menjongkok dan mencari. Tak berapa lama berselang ia telah menemukan kembali arloji kesayangan si tukang kayu tersebut.

Tentu si tukang kayu itu amat gembira. Namun ia juga heran, karena sebelumnya banyak orang telah membongkar tumpukan serbuk namun sia-sia. Tapi anak ini cuma seorang diri saja, dan berhasil menemukan arloji itu.

"Bagaimana caranya engkau mencari arloji ini?", tanya si tukang kayu.
"Saya hanya duduk secara tenang di lantai.
Dalam keheningan itu saya bisa mendengar bunyi 'tik-tak, tik-tak'".
Dengan itu saya tahu di mana arloji itu berada", jawab anak itu.

Keheningan adalah pekerjaan rumah yang paling sulit diselesaikan selama hidup. Sering secara tidak sadar kita terjerumus dan "heboh " dalam seribu satu macam 'kegaduhan'....di sekitar kita.


Bagaimana Caranya Memeluk Seekor Landak ?



"Kita biasanya melampiaskan 99% kemarahan justru kepada orang yang paling kita cintai. Dan akibatnya seringkali adalah fatal"
Ajeng menunggu dengan antusias. Kaki kecilnya bolak-balik melangkah dari ruang tamu ke pintu depan.

Diliriknya jalan raya depan rumah. Belum ada. Ajeng masuk lagi. Keluar lagi. Belum ada. Masuk lagi. Keluar lagi. Begitu terus selama hampir satu jam. Suara si mbok yang menyuruhnya berulang kali untuk makan duluan tidak digubrisnya.
Pukul 18.30. Tinnn....... .... Tiiiinnnnn.. ......... ... !! Ajeng kecil melompat girang!
Mama pulang! Papa pulang! Dilihatnya dua orang yang sangat dicintainya itu masuk ke rumah. Yang satu langsung menuju ke kamar mandi. Yang satu menghempaskan diri di sofa sambil mengurut-urut kepala. Wajah-wajah yang letih sehabis bekerja seharian, mencari nafkah bagi keluarga.

Bagi si kecil Ajeng juga yang tentunya belum mengerti banyak. Di otaknya yang kecil, Ajeng cuma tahu, ia kangen Mama dan Papa, dan ia girang Mama dan Papa pulang. "Mama, mama.... Mama, mama...." Ajeng menggerak-gerakkan tangan Mama.
Mama diam saja. Dengan cemas Ajeng bertanya, "Mama sakit ya? Mananya yang sakit Mam?" Mama tidak menjawab. Hanya mengernyitkan alis sambil memejamkan mata. Ajeng makin gencar bertanya, "Mama, mama... mana yang sakit? Ajeng ambilin obat ya? Ya? Ya?"
Tiba-tiba...
"Ajeng!! Kepala mama lagi pusing! Kamu jangan berisik!" Mama membentak dengan suara tinggi. Kaget, Ajeng mundur perlahan. Matanya menyipit. Kaki kecilnya gemetar. Bingung. Ajeng salah apa? Ajeng sayang Mama... Ajeng salah apa? Takut-takut, Ajeng menyingkir ke sudut ruangan.
Mengamati Mama dari jauh, yang kembali mengurut-ngurut kepalanya. Otak kecil Ajeng terus bertanya-tanya: Mama, Ajeng salah apa? Mama tidak suka dekat-dekat Ajeng? Ajeng mengganggu Mama? Ajeng tidak boleh sayang Mama? Berbagai peristiwa sejenis terjadi. Dan otak kecil Ajeng merekam semuanya.
Maka tahun-tahun berlalu. Ajeng tidak lagi kecil. Ajeng bertambah tinggi. Ajeng remaja. Ajeng mulai beranjak menuju dewasa.

TIN TIIIN ! Mama pulang. Papa pulang. Ajeng menurunkan kaki dari meja. Mematikan TV. Buru-buru naik ke atas, ke kamarnya, dan mengunci pintu. Menghilang dari pandangan. "Ajeng mana?". "Sudah makan duluan, Tuan, Nyonya."
Malam itu mereka kembali hanya makan berdua. Dalam kesunyian berpikir dengan hati terluka: Mengapa anakku sendiri, yang kubesarkan dengan susah payah, dengan kerja keras, nampaknya tidak suka menghabiskan waktu bersama-sama denganku? Apa salahku? Apa dosaku?

Ah, anak jaman sekarang memang tidak tahu hormat sama orangtua! Tidak seperti jaman dulu.

Di atas, Ajeng mengamati dua orang yang paling dicintainya dalam diam. Dari jauh.
Dari tempat dimana ia tidak akan terluka.

Mama, Papa, katakan padaku, bagaimana caranya memeluk seekor landak?

Salam Good to Great,
TJIA IRAWAN

Tuesday, January 29, 2008

JARAK ANTARA KEPUTUSASAAN DAN KEBERHASILAN


Seorang penjual roti menjelajahi blok-blok perumahan baru.

Semula hatinya cukup optimis untuk mendapatkan pelanggan di situ.

Setiap hari, sejak subuh sampai matahari setinggi tatapan, ia berkeliling sambil berteriak dan membunyikan klakson motornya.

Sudah tujuh hari ia berputar-putar, namun tak seorang pun mau membeli. Bahkan membuka pintu pun tidak. Penjual roti itu agak kecut.

"Mungkin penghuni perumahan ini tak membutuhkan roti untuk sarapan," begitu pikirnya.

Lalu ia memutuskan untuk berpindah ke lain tempat.

Keesokan hari, penjual roti yang lain memasuki perumahan itu.
Baru ia membunyikan satu dua klaksonnya, beberapa ibu keluar, memanggil dan membeli roti untuk makan pagi.

Ibu-ibu bercerita baru dua tiga hari ini mereka sadar bahwa sarapan roti ternyata bisa memudahkan pekerjaan pagi mereka.
Kini mereka memutuskan untuk membeli roti.

Ah, betapa tipisnya jarak antara keputusasaan dan keberhasilan. Seandainya kita cukup bersabar bahwa belajar adalah sebuah proses bersama waktu, kita akan memetik hasilnya di waktu yang tak kita duga-duga.


Djodi

Monday, January 28, 2008

Belajar dari Sang Surya


Di sebuah kota tinggallah dua orang bijak yang sudah hidup bersama selama30 tahun. Selama itu mereka belum pernah sekalipun bertengkar. Suatu hari seorang dari mereka berkata, ''Tidakkah kau berpikir bahwa inilah saatnya kita bertengkar, paling tidak sekali saja?''

Kawannya menyahut, ''Bagus kalau begitu! Mari kita mulai. Apa yang harus kita pertengkarkan?'' Orang bijak pertama menjawab, ''Bagaimana kalau sepotong roti ini?''

''Baiklah, marilah kita bertengkar karena roti ini. Tapi, bagaimana kita melakukannya?'' tanya orang bijak kedua. Orang bijak pertama lalu berkata,''Roti ini punyaku. Ini milikku semua.'' Orang bijak kedua menjawab,''Kalau begitu, ambil saja.''

Para pembaca yang budiman, alangkah damainya dunia ini kalau kita semua berperilaku seperti dua orang bijak tersebut. Coba Anda renungkan,bukankah pertengkaran, perselisihan, dan peperangan yang terjadi di dunia ini bersumber dari keinginan kita untuk meminta sesuatu dari orang lain?Kita suka meminta, tapi sayangnya kita tak suka memberi.

Di rumah kita meminta perhatian pasangan kita, meminta anak-anak memahami kita, meminta pembantu melayani kita. Di tempat kerja, kita meminta bantuan bawahan, meminta pengertian rekan sejawat, dan meminta gaji yang tinggi pada atasan. Di masyarakat, mereka yang mengaku sebagai pemimpin selalu meminta pengertian dan kesabaran masyarakat, meminta masyarakat hidup sederhana dan mengencangkan ikat pinggang.

Bahasa kita sehari-hari adalah ''bahasa'' meminta. Mengapa kita suka meminta tetapi sulit memberi?

Ada logika yang sepintas lalu masuk akal.Logika tersebut mengatakan, ''Dengan meminta milik Anda akan bertambah, sebaliknya dengan memberi milik Anda akan berkurang.''
Pikiran semacam ini menimbulkan ketamakan dan perasaan takut untuk berbagi.

Padahal hukum alam menyatakan yang sebaliknya. Justru dengan banyak memberi, kita akan banyak pula menerima. Coba perhatikan orang yang disenangi dalam pergaulan. Merekalah orang yang suka memberi. Sebaliknyaorang-orang yang dibenci adalah orang yang pelit dan tak pernah memberi.

Keinginan untuk memberi tak ada kaitannya dengan banyaknya harta yang kita miliki. Ada orang yang kaya raya tapi sulit sekali memberi. Mereka selalu mengatakan, ''Kalau banyak memberi, kapan saya bisa kaya seperti ini?''

Mereka tak mau memberi karena takut miskin. Seolah-olah dengan memberi mereka akan terkuras habis. Mereka sesungguhnya orang yang benar-benar miskin. Karena bukankah ketakutan akan kemiskinan merupakan kemiskinan itu sendiri ?

Sebaliknya ada orang yang sederhana tetapi senantiasa mau berbagi dengan orang lain. Mereka inilah orang-orang yang kaya. Yang menjadikan kita kayas ebenarnya bukanlah seberapa banyak yang kita miliki, tetapi seberapa banyak yang kita berikan kepada orang lain.

Sumber kekayaan yang sejati sebenarnya terletak di dalam diri kita sendiri. Sayangnya, banyak orang tak sadar. Mereka sibuk mengumpulkan permata dan berlian, lupa bahwa permata yang ''asli'' sebenarnya ada didalam diri kita sendiri.

Namun, hal itu tak terjadi begitu saja. Ibarat menggali permata yang ada di dalam bumi, Anda juga harus melakukan penggalian ke dalam diri kita.Nah, begitu Anda melakukan perjalanan ke dalam, Anda akan mulai merasakan efeknya.

Mula-mula, beberapa masalah fisik yang berlarut-larut akan terhapuskan,kemudian masalah-masalah emosi yang pelik akan terselesaikan. Teruskan menggali, Anda akan merasakan hidup yang bermanfaat, dan akhirnya akan timbul suatu kesadaran bahwa kita semua adalah satu dan tak bisa dipisah-pisahkan.

Untuk bisa menggali, Anda perlu menemukan kuncinya. Tanpa kunci ini perjalanan Anda akan sia-sia belaka. Anda ingin tahu kuncinya?

Jawabnya adalah: dengan memberi kepada orang lain!

Jangan salah, memberi tak selalu harus berkaitan dengan materi dan uang.Kahlil Gibran mengatakan, ''Bila engkau memberi dari hartamu, tiada banyaklah pemberian itu. Bila engkau memberi dari dirimu itulah pemberian yang penuh arti.

'' Ada banyak sekali kesempatan bagi kita untuk memberi. Anda bisa memberikan perhatian, pengertian, waktu, energi, pemikiran, pujian, dan ucapan terima kasih. Anda bisa memberikan jalan bagi pengendara mobil lain di jalan raya. Anda juga bisa sekedar memberikan senyuman. Hal-hal yang sederhana ini dapat berarti banyak bagi orang lain.

Orang yang enggan memberi adalah mereka yang tak pernah belajar dari kehidupan itu sendiri. Padahal esensi kehidupan adalah memberi.

Tuhan sebagai sumber kehidupan adalah Sang Maha Pemberi.
Lihatlah, betapa Tuhan telah memberikan segalanya tanpa pilih kasih, tak peduli kita baik ataupun jahat. Inilah unconditional love, sebuah cinta tanpa syarat.

Seorang ibu juga adalah pemberi yang tulus, yang telah memberikan seluruh hidupnya untuk anak-anak yang dicintainya.
Sebuah lagu menggambarkan hal ini dengan sangat indah, '

'Kasih ibu kepada beta/Tak terhingga sepanjang masa/Hanya memberi tak harap kembali/Bagai sang surya menyinari dunia.''


Djodi

Friday, January 25, 2008

Pemancing Yang Hebat


Diceritakan tentang sebuah kejadian yang dialami dua orang pemancing yang sama-sama hebat, berinisial A dan B. Kedua pemancing itu selalu mendapatkan banyak ikan. Pernah kedua pemancing tersebut didatangi oleh 10 pemancing lain ketika memancing di sebuah danau. Seperti biasa, kedua pemancing itu mendapatkan cukup banyak ikan. Sedangkan 10 pemancing lainnya hanya bisa gigit jari, karena tak satupun ikan menghampiri kail mereka.

Ke sepuluh pemancing amatir itu ingin sekali belajar cara memancing kepada kedua pemancing hebat tersebut. Tetapi keinginan mereka tidak direspon oleh pemancing berinisial A. Sebaliknya, pemancing berinisial A tersebut menunjukkan sikap kurang senang dan terganggu oleh kehadiran pemancing-pemancing amatir itu.

Tetapi pemancing berinisial B menunjukkan sikap yang berbeda. Ia bersedia menjelaskan tehnik memancing yang baik kepada ke-10 pemancing lainnya, dengan syarat masing-masing diantara mereka harus memberikan seekor ikan kepada B sebagai bonus jika masing-masing diantara mereka mendapatkan 10 ekor ikan. Tetapi jika jumlah ikan tangkapan masing-masing diantara mereka kurang dari 10, maka mereka tidak perlu memberikan apapun.

Persyaratan tersebut disetujui, dan mereka dengan cepat belajar tentang tehnik memancing kepada B. Dalam waktu dua jam, masing-masing diantara pemancing itu mendapatkan sedikitnya sebakul ikan. Otomatis si B mendapatkan banyak keuntungan. Disamping mendapatkan `bonus' ikan dari masing-masing pemancing bimbingannya, si B juga mendapatkan 10 orang teman baru. Sementara pemancing A, yang pelit membagi ilmu, tidak mendapatkan keuntungan sebesar keuntungan yang didapatkan oleh si B.

Renungan:
Kisah di atas menunjukkan bahwa ilmu pengetahuan akan jauh lebih bermanfaat bila diamalkan.

"Hanya dengan cara kita mengembangkan orang lain yang membuat kita berhasil selamanya," kata Harvey S. Fire Stone.

Karena tindakan tersebut disamping menjadikan kita lebih menguasai ilmu pengetahuan, kita juga mendapatkan keuntungan dari segi finansial, pengembangan hubungan sosial, dan lain sebagainya.

"Jika Anda membantu lebih banyak orang untuk mencapai impiannya, impian Anda akan tercapai," imbuh Zig Ziglar, seorang motivator ternama di Amerika Serikat.

Bentuk pemberian tak harus berupa uang, ilmu pengetahuan dan lain sebagainya, melainkan juga dalam bentuk kasih sayang, perhatian, loyalitas, motivasi, bimbingan dan lain sebagainya semampu yang dapat kita berikan.

"Make yourself necessary to somebody. - Jadikan dirimu berarti bagi orang lain," kata Ralph Waldo Emerson.

Kebiasaan memberi seperti itu selain memudahkan kita memperluas jalinan hubungan sosial, tetapi juga membangun optimisme karena merasa kehidupan kita lebih berarti.[Djodi]

Sumber: Dua Pemancing Yang Hebat oleh Andrew Ho. Andrew Ho adalahseorang pengusaha, motivator, dan penulis buku-buku best seller.


Putus Asa


Pada suatu saat, Iblis mengiklankan bahwa ia akan mengobral perkakas-perkakas kerjanya. Pada hari H, seluruh perkakasnya dipajang, untuk dilihat calon pembelinya, lengkap dengan harga jualnya. Sepert ikalau kita masuk ke toko Hardware, barang yang dijual sungguh menarik, dan semua barang kelihatan sangat berguna sesuai fungsinya.

Harganyapun tidak mahal.Barang yang dijual antara lain; Dengki, Iri, Tidak Jujur, Tidak Menghargai Orang Lain, Tak Tahu Terima Kasih, Malas, Dendam, dan lain-lainnya.

Di suatu pojok display, ada satu perkakas yang bentuknya sederhana, sudah agak aus, tetapi harganya sangat tinggi, bahkan jauh lebih tinggi dibandingkan yang lain.

Salah satu calon pembeli bertanya, "Ini alat apa namanya?"
Iblis menjawab:"Itu namanya Putus Asa"
"Kenapa harganya mahal sekali, padahal sudah aus?"
"Ya, karena perkakas ini sangat mudah dipakai dan berdaya guna tinggi.

Saya bisa dengan mudah masuk ke dalam hati manusia dengan alat ini dibandingkan dengan alat lain.
Begitu saya berhasil masuk ke dalam hati manusia, saya dengan sangat mudah melakukan apa saja yang saya inginkan terhadap manusia tersebut.

Barang ini menjadi aus karena saya sering mengguna-kannya kepada hampir semua orang, karena kebanyakan manusia tidak tahu kalau PutusAsa itu milik saya".

Nah sekarang anda sudah tahu kan , hati hati atas rasa putus asa.......

Djodi

Thursday, January 24, 2008

Kedamaian


Ada seorang raja yang akan memberikan hadiah pada seniman yang dapat membuat suatu lukisan terbaik tentang kedamaian.

Banyak seniman yang mencoba. Raja melihat semua lukisan itu. Tetapi hanya ada dua yang ia suka, dan ia harus memilih salah satu di antaranya.

Salah satu lukisan menggambarkan danau yang tenang. Danau itu bagaikan cermin yang sempurna bagi gunung-gunung yang menjulang tinggi disekelilingnya. Di atasnya langit biru dengan awan di sana-sini. Semua orang yang melihatnya akan berpendapat itulah lukisan yang sempurna tentang kedamaian.

Lukisan yang satu lagi menggambarkan gunung-gunung juga, tetapi tampak tegak, angkuh dan kasar. Langit hitam berawan gelap, ada halilintar di situ. Di bawah ada air terjun yang airnya bergejolak. Tampak tak ada kedamaian sama sekali.

Tetapi raja melihat di belakang air terjun ada sarang burung. Di antara riak gejolak air,duduk seekor induk burung yang sedang memberi makan pada anaknya dengan penuh kedamaian.

Lukisan yang mana yang Anda kira akan menang?

Raja ternyata memilih lukisan yang kedua.

Karena, kata raja, "damai bukan berarti tempat yang tidak ada kegaduhan,permasalahan dan kerja keras. Kedamaian berarti bila di tengah-tengah semuanya itu tetap ada ketenangan di hati Anda.

Itulah makna sejati kedamaian."


Djodi

Wednesday, January 23, 2008

Kehidupan Itu Bagaikan Lapisan Bawang


Menjelang istirahat suatu kursus pelatihan, sang pengajar mengajak para peserta untuk melakukan suatu permainan.

'Siapakah orang yang paling penting dalam hidup Anda?'

Pengajar meminta bantuan seorang peserta maju ke depan kelas.

"Silakan tulis 20 nama yang paling dekat dengan kehidupan Anda saat ini!"

Peserta perempuan itu pun menuliskan 20 nama di papan tulis. Ada nama tetangga, teman sekantor, saudara, orang-orang terkasih dan lainnya.

Kemudian pengajar itu menyilakan memilih, dengan mencoret satu nama yang dianggap tidak penting. Lalu siswi itu mencoret satu nama, tetangganya. Selanjutnya pengajar itu menyilakan lagi siswinya mencoret satu nama yang tersisa, dan siswi itu pun melakukannya, sekarang ia mencoret nama teman sekantornya. Begitu seterusnya. Sampai pada akhirnya di papan tulis hanya tersisa 3 nama.

Nama orang tuanya, nama anak serta nama suaminya.

Di dalam kelas tiba-tiba terasa begitu sunyi. Semua peserta pelatihan mengalihkan pandangan ke pengajar. Menebak-nebak apa yang selanjutnya akan dikatakan oleh pengajar itu. Ataukah, selesai sudah tak ada lagi yang harus di pilih.

Namun dikeheningan kelas sang pengajar berkata : "Coret satu lagi!" Dengan perlahan dan agak ragu siswi itu mengambil spidol dan mencoret satu nama. Nama orang tuanya.

"Silakan coret satu lagi!" Tampak siswi itu larut dalam permainan ini. Ia gelisah. Ia mengangkat spidolnya tinggi-tinggi dan mencoret nama yang teratas dia tulis sebelumnya. Nama anaknya.
Seketika itu pun pecah isak tangis di kelas. Setelah suasana sedikit tenang, pengajar itu lalu bertanya : "Orang terkasih Anda bukan orang tua dan anak Anda ?".

" Orang tua yang melahirkan dan membesarkan Anda. Anda yang melahirkan anak. Sedang suami bisa dicari lagi. Mengapa Anda memilih sosok suami sebagai orang yang paling penting dan sulit dipisahkan?"

Semua mata tertuju pada siswi yang masih berada di depan kelas. Menunggu apa yang hendak dikatakannya.

"Waktu akan berlalu, orang tua akan pergi meninggalkan saya. Anak pun demikian. Jika ia telah dewasa dan menikah, ia akan meninggalkan saya juga. Yang benar-benar bisa menemani saya dalam hidup ini hanyalah suami saya."

Renungan :
Kehidupan itu bagaikan lapisan bawang . Ketika di kupas selapis demi selapis, akan habis. Dan adakalanya kita akan mengalaminya juga. Main dikupas makin menyedihkan.


Djodi



Tuesday, January 22, 2008

ULAT KECIL YANG BERANI


"Yong gan de xiao chong"

Dikisahkan, ada seekor ulat kecil sejak lahir menetap di daerah yang tidak cukup air sehingga sepanjang hidupnya dia selalu kekurangan makanan. Di dalam hati kecilnya ada keinginan untuk pindah dari rumah lamanya demi mencari kehidupan dan lingkungan yang baru. Tetapi, dari hari ke hari dia tidak juga memiliki keberanian untuk melaksanakan niatnya. Hingga suatu hari, karena kondisi alam yang semakin tidak bersahabat, si ulat terpaksa membulatkan tekad memberanikan diri keluar dari rumahnya, mulai merayap ke depan tanpa berpaling lagi ke belakang.

Setelah berjalan agak jauh, dia mulai merasa bimbang. Katanya dalam hati, "Jika aku sekarang berbalik kembali ke rumah lama rasanya masih keburu, mumpung aku belum berjalan terlalu jauh. Karena kalau aku berjalan lebih jauh lagi, jangan-jangan jalan pulang pun takkan kutemukan lagi. Mungkin akhirnya aku tersesat dan... entah bagaimana nasibku nanti!"

Ketika Si Ulat sedang maju mundur penuh kebimbangan dan pertimbangan, tiba-tiba ada sebuah suara menyapa di dekatnya, "Halo ulat kecil! Apa kabar? Aku adalah Kepik. Senang sekali melihatmu keluar dari rumah lamamu. Aku tahu, engkau tentu bosan kekurangan makan karena musim dan cuara yang tidak baik terus menerus. Kepergianmu tentu untuk mencari kehidupan yang lebih baik, kan?"

Si Ulat pun bertanya kepada Si Kepik yang sok tahu, "Benar Kepik. Aku memutuskan pergi dari sarangku untuk kehidupan yang lebih baik. Apakah engkau tahu, apa yang ada di depan sana?" "Oh...Aku tahu, jalan ke depan yang akan kau lalui, walaupun tidak terlalu jauh tetapi terjal dan berliku. Dan lebih jauh di sana ada sebuah gua yang gelap yang harus kau lalui.
Tetapi, setelah kamu mampu melewati kegelapan, aku beritahu, di pintu gua sebelah sana terbentang sebuah tempat yang terang, indah, dan sangat subur. Kamu pasti menyukainya. Di sana kau pasti bisa hidup dengan baik seperti yang kamu inginkan," Si Kepik dengan bersemangat memberi dorongan kepada Si Ulat yang tampak ragu dan ketakutan.

"Kepik, apakah tidak ada jalan pintas untuk sampai ke sana?" Tanya Ulat.

"Tidak sobat. Jika kamu ingin hidup lebih baik dari hari ini, kamu harus melewati semua tantangan itu. Nasehatku, tetaplah berjalan langkah demi langkah, fokuskan pada tujuanmu dan tetaplah berjalan. Niscaya kamu akan tiba di sana dengan selamat. Selamat jalan dan selamat berjuang sobat!" sambil berteriak penuh semangat, Si Kepik pun meninggalkan ulat.

Dear friends,
Memang benar... kemenangan, kesuksesan, adalah milik mereka yang secara sadar, tahu apa yang menjadi keinginannya, sekaligus siap menghadapi rintangan apa pun yang menghadang, serta mau memperjuangkannya habis-habisan melalui cara-cara yang benar sampai mencapai tujuan akhir, yaitu kesuksesan.

Pengertian sukses secara sederhana demikian ini telah di praktikkan oleh manusia sukses berabad-abad lampau sampai saat ini sesuai dengan bidangnya masing-masing.
Maka ...untuk meraih kesuksesan yang maksimal, kita tidak memerlukan teori-teori kosong yang rumit. Cukup tahu akan nilai yang akan dicapai dan take action! Ambil tindakan!


Salam Sukses Luar Biasa!!!
Andrie Wongso

PAHIT


PERNAH mendengar kisah tokoh khayalan Nasrudin? Suatu haribia mengeluh pada istrinya, Shakila: ''Dulu, waktu baru nikah, setiap kali saya pulang ke rumah, kau membawakan sandal saya dan anjing kita menyambut dengan gonggongan.

Kini terbalik, anjing kita yang membawakan sandal, dan kau yang menggonggong.

''Mendengar kegusaran suaminya, Shakila tak kalah tangkas menangkis: ''Jangan mengeluh suamiku, bagaimanapun engkau tetap mendapatkan pelayanan yang sama: ada yang membawakan sandal dan ada yang menggonggong.''

Menyelaraskan keinginan memang tak mudah. Ada unsur waktu, ada rasa pakewuh. Tapi, begitu watak asli terkuak , seiring dengan rasa bosan yang muncul , kecerewetan,ketidaksabaran, dan ketidak bersahajaannya pun mencuat.

Begitulah manusia. Cenderung menyukai mengenakan topeng,khususnya bila urusan duniawi jadi tujuan pokok.Mungkin, topeng itu pula yang membuat kita sering terkecoh.
Kita suka melihat yang tampak, bukan bagian yang ''dalam''. Kita cenderung mencuatkan ego. Akibatnya,seperti dikisahkah Prof. Dr. Muhammad Amin Suma, pengajar di beberapa perguruan tinggi, ada perkawinan yang hanya berumur tujuh hari.

Ceritanya, sepasang kekasih telah berpacaran tiga tahun.Si wanita 33 tahun, dan prianya 37 tahun. Cukup matanguntuk berumah tangga. Apalagi keduanya sarjana.''Ternyata, rumah tangga mereka cerai gara-gara soal lampu,'' kata Amin.

Si wanita, yang selama 33 tahun selalu tidur dalam keadaan terang, menghendaki kamarnya diterangi. Sebaliknya, suaminya bersikukuh harus gelap. Maklum, 37 tahun dia selalu tidur dalam gelap. Kompromi tak bisa dicapai.Mereka pun cerai.
Padahal , memasang lampu lima watt yang remang-remang kan bisa,'' ujar Amin.Begitulah jika manusia menekankan keinginan sendiri tanpa menimbang perasaan orang lain. Hatinya kosong.
Kesetiaan,penghormatan, perhatian, kepedulian, keadilan, kejujuran,semua ditentukan melalui kualitas hati. Tanpa hati yang jernih, seseorang akan sulit menyatakan terima kasih,apalagi berbagi kasih.

Djodi

Monday, January 21, 2008

JUJUR dan BERANI


Seorang raja yang memasuki usia senja ingin mencari penggantinya.Berbeda dengan kebiasaan, ia tak menunjuk anak-anak maupun pembantu terdekatnya. Ia justru memanggil para pemuda di negeri itu dan berpidato di hadapan mereka. "Aku akan mengadakan sayembara. Kalian semua akan mendapatkan sebuah biji. Tanamlah biji ini, rawatlah, dan kembalilah setahun lagi dengan tanaman kalian masing-masing. Bagi yang memiliki tanaman terbaik akan langsung kutunjuk menjadi raja menggantikanku!"

Seorang pemuda bernama Badrun terlihat amat antusias. Ia menanam biji itu, dan menyiraminya tiap hari. Tapi sampai sebulan berlalu belum tumbuh apa-apa. Setelah 6 bulan, para pemuda mulai membicarakan tanaman mereka yang tumbuh tinggi, namun pot Badrun masih kosong. Badrun tak mengatakan apapun pada teman-temannya. Ia tetap menunggu bijinya tumbuh.

Setahun berlalu. Semua pemuda membawa tanamannya kepada raja. Semula Badrun enggan, namun ibunya mendorongnya pergi dan berbicara apa adanya.Raja menyambut para pemuda seraya memuji tanaman yang mereka bawa.

"Kerja kalian luar biasa. Tanaman kalian bukan main indahnya. Aku akan menunjuk seorang dari kalian menjadi raja yang baru!"

Tiba-tiba raja yang melihat Badrun berdiri di belakang memanggilnya.Badrun panik, "Jangan-jangan aku akan dibunuh," pikirnya. Suasana kontan ricuh dengan ejekan dan cemoohan hadirin menyaksikan potnya yang kosong.

"Diam semuanya!" teriak raja. Ia menoleh pada Badrun, kemudian mengumumkan,
"Inilah raja kalian yang baru!" Semua terkejut.

Bagaimana mungkin orang yang gagal yang menjadi raja?

Raja melanjutkan, "Setahun yang lalu, aku memberi kalian sebuah biji untuk ditanam. Tapi yang kuberikan adalah biji yang sudah dimasak dan tak dapat tumbuh. Kalian semua telah menggantinya dengan biji yang lain.

Hanya Badrun yang memiliki KEJUJURAN dan KEBERANIAN untuk membawa pot dengan biji yang kuberikan. Karena itu dialah yang kuangkat menggantikanku!

Ada 2 kata penting yang dapat diambil dari cerita di atas.

Pertama,kejujuran :
Inilah dasar perilaku seseorang. Di jaman Nabi, ada seorang yang bertobat dan ingin menata dirinya.
Tips nabi sederhana saja:"Jangan Bohong!" Orang ini senang karena Nabi tak melarang hal-hal yang lain. "Kalau cuma jangan bohong sih mudah," pikirnya. Maka ia pun melakukan apa yang biasa dilakukannya.

Ia mau mencuri, tapi berpikir, "Bagaimana kalau tetanggaku menanyakan asal-usul hartaku ini?" Iapun membatalkan niatnya. Ia ingin berselingkuh, tapi berpikir, "Bagaimana kalau nanti keluargaku menanyakan kemana aku pergi?" Lagi-lagi ia mengurungkan niatnya.Begitulah seterusnya. Setiap ingin melakukan maksiat ia kontan membatalkannya.

Jadi kejujuran akan membawa perubahan mendasar pada diri seseorang.Tapi tanpa keberanian, kejujuran takkan membawa perubahan bagi orang banyak. Kejujuran hanya menghasilkan pengikut (follower) bukan pemimpin.

Kedua Keberanian :
Untuk bisa merubah masyarakat dibutuhkan keberanian.Masalahnya, dari manakah datangnya keberanian?

Keberanian datang kalau kita mampu menaklukkan rasa takut. Rasa takut inilah sumber segala macam kejahatan di dunia ini. Contohnya, perasaan marah. Sebenarnya,hanya jika Anda merasa takutlah Anda akan marah. Coba renungkan kapan terakhir kali Anda marah. Teruskan renungan Anda. Telusurilah rasa takut yang tersembunyi di balik kemarahan Anda. Apa yang Anda takutkan hilang dan direnggut dari diri Anda? Ketakutan itulah yang membuat Anda marah.

Rasa takut yang ada menunjukkan bahwa kita belum mandiri. Kebahagiaan dan rasa aman kita masih bersumber pada sesuatu di luar diri kita!

Friday, January 18, 2008

Sepenggal Hikmah


Seringkali Tuhan membiarkan hambanya yang saleh terus-menerus ditimpa "batu kerikil", sedangkan hambanya yang sesat terus-menerus ditimpa koin emas.Itulah rahasia Tuhan yang kita tidak selalu tahu, dan sulit untuk kita buat analoginya. Di bawah ini ada cerita yang menarik soal hikmah ini :

Cerita Pertama :
Ada dua orang yang berdoa kepada Tuhan pada saat yang sama. Satu orang saleh dan satu orang lagi sesat.Keduanya berdoa siang dan malam untuk maksud dan tujuannya masing-masing. Orang yang sesat segera saja dikabulkan doanya oleh Tuhan, sedangkan orang yang saleh tidak pernah dikabulkan doanya.

Malaikat pun bertanya kepada Tuhannya, "mengapa kau kabulkan doa orang sesat tersebut, sedangkan hambamu yang saleh dan senatiasa menyebut dan mengingat nama-Mu itu doanya tidak Engkau kabulkan?"

Tuhan menjawab, "aku merasa muak, jijik dan bising setiap kali orang sesat itu datang berdoa kepada-Ku,maka aku segerakan saja doanya. Sedangkan Aku rindu dan ingin sekali mendengar rintihan hamba-hamba- Ku yang saleh itu"

(Nabi Ibrahim berdoa berpuluh-puluh tahun untuk dapat dikaruniai seorang anak, baru setelah usianya lanjutTuhan mengabulkan doa tersebut).

Cerita Kedua :
Ada dua orang raja di dua kerajaan yang berbeda yang sakit parah di waktu yang bersamaan. Satu raja kejam luar biasa, satu raja lagi arif bijaksana. Kedua raja ini mengidap sakit yang sama. Maka dipanggillah satu orang tabib yang sama untuk menyembuhkan kedua orang raja ini.

Tabib lalu datang lebih dulu ke raja yang kejam karena takut dihukum. Dia mendiagnosa penyakit tersebut dan mengatakan obatnya. Yaitu sejenis ikantertentu yang hidup di sebuah danau di daerah tersebut. Maka dikerahkanlah seluruh pegawai istana untuk menangkap ikan tersebut.

Waktu itu musim dingin dan biasanya di waktu seperti itu ikan jenis tersebut akan sulit ditemukan karena bermigrasi ke daerah yang lebih panas. Namun Tuhan berkehendak lain. Ia justru menghalau ikan-ikan tersebut untuk muncul ke permukaan sehingga dapat ditangkap oleh para pegawai istana.Ikan tersebut lalu dimakan sebagai obat buat sakit sang raja. Maka tidak berapa lama kemudian raja yang kejam tersebut kembali sembuh dan sehat seperti sediakala.

Namun raja yang kedua ternyata berlainan nasibnya.Tabib yang sama berusaha mengobati penyakit sang raja dan memerintahkan pegawai istana untuk menangkan ikan dari jenis tertentu yang hidup di danau yang sama.Tuhan ternyata berkehendak lain. Ia justru menghalau ikan-ikan tersebut ke laut sehingga tidak ada satu pun ikan yang berhasil ditangkap oleh pegawai istana.Tidak berapa lama kamudian, sang raja yang arif bijaksana pun meninggal dunia karena tidak mendapatkan obat yang diminta tabib.

Para malaikat bertanya kepada Tuhan, mengapa raja yang kejam disembuhkan sedangkan raja yang arif bijaksana dibiarkan meninggal dunia.

Tuhan menjawab, "Raja yang kejam itu, bagaimanapun dia kejamnya tapi ia juga memiliki amalan-amalan yangbaik. Maka Aku segerakan saja membalas amalan-amalan baiknya, agar kelak dia menghadap-Ku hanya dengan membawa amalan-amalan yang buruk saja. Disitu aku akan menyiksanya.

Sedangkan raja yang arif itu, meski dia bertindak adil dan bijaksana, ada juga perbuatan-perbuatan nya yang buruk. Maka aku balaskan segera perbuatan-perbuatan buruknya itu di dunia, agar kelak ia datang menghadapku hanya dengan membawa amalan-amalan baiknya saja."

Demikianlah sepenggal hikmah.















Panah


Suatu ketika, hiduplah seorang bijak yang mahir memanah. Dia, mempunyai 3 orang murid yang setia. Ketiga pemuda tersebut, amatlah tekun menerima setiap pelajaran yang diberikan oleh guru tuanya itu. Mereka bertiga sangat patuh, dan tumbuh menjadi 3 orang pemanah yang ulung. Telah banyak buruan yang mereka dapatkan. Bidikan mereka bertiga sangatlah jitu.


Sampai suatu ketika, tibalah saat untuk ujian bagi ketiganya.
Sang guru, kemudian memilih lokasi ujian di sekitar tempat mereka belajar.Pilihannya jatuh pada sebuah pohon besar dengan latar belakang gunung yang indah. Di letakkannya sebuah burung-burungan kayu, pada cabang pohon itu.Setelah mengambil jarak beberapa puluh meter, Ia lalu berkata, "Muridku,lihatlah ke arah gunung itu, apa yang akan kau bidik.."

Murid pertama maju ke depan. Busur dan anak panah telah disiapkan. Dengan lantang, ia menjawab, "Aku melihat sebuah batang pohon. Itulah sasaran bidikanku."
Sang guru tersenyum. Ia memberikan tanda, agar muridnya itu menunda bidikannya.

Sesaat kemudian, murid yang kedua pun melangkah mendekat. "Bukan. Aku melihat sebuah burung. Itulah sasaran bidikanku.Biarkan aku memanahnya Guru.
Nanti, " seru murid itu, "kita bisa memanggang burung yang lezat untuk makan siang."
Sang guru kembali tersenyum. Diisyaratkan tanda agar jangan memanah dulu. Ia bertanya kepada murid yang ketiga.

"Apa yang kau lihat ke arah gunung itu ?"Murid ketiga terdiam. Ia mengambil sebuah anak panah. Di rentangkannya tali busur, dibidiknya ke arah pohon tadi. Tali-tali itu menegang kuat. "Aku hanya melihat bola mata seekor burung-burungan kayu. Itulah bidikanku."

Diturunkannya busur itu. Tali-tali panah tak lagi meregang. Sang Guru kembali tersenyum, namun kali ini, dengan rasa bangga yang penuh.

"Muridku, sejujurnya, kalian semua layak untuk lulus ujian ini. Namun, ada satu hal yang perlu kalian ingat dalam memanah.
Fokus. Sekali lagi, fokus.Tentukan bidikan kalian dengan cermat. Tujuan yang jelas, akan selalu meniadakan hal-hal yang menjadi penganggunya."

Ia kembali melanjutkan,"Sebuah keberhasilan bidikan, akan ditentukan dari tingkat kesulitan yang dihadapinya. Sebuah pohon besar dan burung, tentu adalah sasaran yang paling mudah untuk di dapat. Namun, bisa mendapatkan bidikan pada bola mata burung-burungan kayu, itulah yang perlu kalian terus latih.

Teman, memanah, adalah sama halnya dengan hidup. Kita pun perlu mempunyai fokus. Kita butuh sasaran dan tujuan. Memang, selalu ada banyak godaan-godaan pilihan yang harus di bidik. Selalu ada ribuan sasaran yang akan kita tuju dalam hidup. Ada bidikan yang mudah, dan ada pula bidikan yang sangat mudah.

Namun, kita harus jeli. Kita wajib untuk cermat. Dan, sudahkan kita tentukan tujuan hidup kita dengan jeli, dengan cermat? Tujuan yang terfokus, mungkin bukanlah hadir pada hal-hal yang besar. Tujuan yang terfokus, kerap ada pada sesuatu yang kecil, yang kadang sering dianggap remeh.

Selalu ada banyak hiasan-hiasan dan marginal yang muncul pada setiap tujuan hidup kita. Kadang, hiasan itu terlampau indah, dan membuat kita terpesona, lupa akan tujuan kita sesungguhnya. Marginalia itu kadang begitu menggoda, dan mengaburkan pandangan kita untuk menentukan fokus.

Mari, bidiklah setiap sasaran itu dengan jeli. Siapkanlah "busur dan panah" hidup kita dengan cermat. Bukankah, nilai dalam lomba memanah, akan diukur dari lingkaran yang terkecil?

Dari sanalah nilai terbesar akankita dapatkan. Karena saya percaya, hidup adalah sama dengan memanah, dengan Allah sebagai "wasit penentunya."
Djodi Ismanto








Thursday, January 17, 2008

CONTOH ORANG YANG TAK BAHAGIA


"Ceritakan pada kami tentang orang yang tidak bahagia," tanya murid pada seorang Guru kebijakan.

"Baiklah," jawab sang Guru sambil tersenyum.

Lalu sang Guru bercerita bagaimana ketika suatu malam ia berada dalam perjalanan dengan kereta api. Ia tidak bisa tidur, karena di depannya duduk seorang wanita yang terus-menerus mengeluh,

"Oh, betapa hausnya saya... Oh,betapa hausnya saya..."
Keluhan memelas itu terdengar terus-menerus.

Akhirnya, Sang Guru bangkit,berjalan melalui gang sepanjang kereta api menuju bagian dapur, mengisi dua cangkir besar dengan air, membawanya dan memberikannya kepada wanita malangitu.

"Bu, ini ada air. Minumlah," kata sang Guru
"Oh, anda baik sekali. Terima kasih." Jawab si wanita itu dengan mata berbinar-binar.

Sang Guru kembali ke bangkunya. Ia menyamankan badannya berusaha untuk tertidur. Ketika hampir pulas tiba-tiba dari depannya terdengar lagi suara keluhan memelas wanita itu,

"Oh, betapa hausnya saya tadi... Oh, betapa hausnya saya tadi..."

Pojok Renungan :

Bagaimana mungkin kita mengaku "berbahagia" di saat ini namun tetap mengingat-ngingat hal yang kita anggap tidak membahagiakandi masa lampau. Jika begitu maka "kebahagiaan" tersebut hanyalah kepuasan janggal dari penderitaan kita. Hapuskanlah keluhan anda akan masa lalu, maka kebahagiaan akan menghampiri anda.

Wednesday, January 16, 2008

Penderitaan Orang Pelit


Dikisahkan tentang seorang lelaki berusia 60-an tahun yang menjadi buah bibir di kampungnya. Pasalnya, lelaki paruh baya tersebut terkenal sangat pelit, bahkan untuk makan sehari-hari dan kesehatannya sendiri.

Sudah menjadi rahasia umum bahwa dia jarang sekali makan lebih dari sepotong roti setiap hari.Suatu ketika ia marah habis-habisan kepada istrinya, lantaran istrinya itu membeli seekor ikan untuk lauk mereka makan.

"Kamu ini perempuan boros. Aku saja tidak pernah membeli ikan, kok kamu berani-beraninya beli ikan," bentak lelaki itu uring-uringan.

Si istri yang sabar dan sangat hapal tabiat suaminya itu berusaha membela diri. "Bukan saya yang beli, tetapi tetangga sebelah yang memberikan ikan ini untuk kita," dalihnya.

Kalau begitu, potong-potong ikan itu menjadi 7 bagian untuk jatah lauk makan kita selama 7 hari. Kalau mau menggoreng beri garam, tapi sedikit saja nanti garamnya cepat habis," sahut lelaki itu memberi solusi sekaligus instruksi.

Beberapa hari kemudian, lelaki itu jatuh sakit, badannya demam dan tak mampu beraktifitas seperti biasa. Si istri kasihan melihat kondisi suaminya. Ia bergegas pergi ke sebuah toko obat untuk membeli obat penurun panas.Ketika si istri menyodorkan obat tersebut, suaminya justru menutup mulut rapat-rapat karena menilai bahwa membeli obat adalah pemborosan besar.

"Jangan khawatir, obat ini adalah obat paling murah. Lagipula, di dalam kotak obat ini ada kupon yang bisa ditukar dengan hadiah," bujuk istrinya sembari memberikan obat. Tetapi suaminya itu tetap mengunci mulutnya.Tak kurang akal, si istri langsung membisikkan sesuatu di telinga suaminya.

"Ehmm, sebenarnya saya tadi bohong. Obat ini sudah kedaluarsa. Jadi toko obat itu memberikannya gratis kepada saya," bisik istrinya.

Barulah setelah itu si lelaki pelit tadi bersedia meminum obat. Setelah minum obat diapun tersenyum, kemudian memuji istrinya pintar.

Renungan :
Harta kekayaan dapat berfungsi sebagai sumber kebahagiaan apabila kita mempunyai kemampuan untuk mendapatkannya sekaligus menggunakannya dengan benar dan tepat.

Bila kita kesulitan mencari sumber penghasilan jelas akan mengurangi kualitas kehidupan. Begitupun bila kita tak dapat mengelola keuangan dengan baik maka hal itu akan menjadi sumber petaka dalam kehidupan kita.Hidup sederhana bukan berarti harus mengurangi kualitas kehidupan, melainkan hidup tidak berlebih-lebihan dan sedapat mungkin memberikan manfaat bagi diri sendiri maupun orang lain.

Sedangkan kisah di atas adalah sebuah fenomena tentang seseorang yang tidak dapat menggunakan kekayaannya dengan baik. Sikapnya tergolong terlalu pelit, sehingga merampas kenikmatan hidup yang seharusnya ia dapatkan.

Charles Spurgeon mengatakan,
"Yang penting bukanlah berapa banyak yang kita miliki tetapi berapa banyak yang kita nikmati."

Sebab kekayaan akan mempunyai arti bila kita dapat menikmatinya. Sehingga kalaupun kita ingin mengumpulkan lebih banyak harta kekayaan seharusnya tidak dengan cara bersikap pelit, karena langkah tersebut hanya akan mengurangi kualitas hidupnya. Langkah yang seharusnya ia tempuh adalah menambah sumber penghasilan.

Selain menambah sumber penghasilan, langkah selanjutnya adalah hidup sederhana. Karena di dalam kesederhanaan ada kemuliaan dan ketentraman hati. Berbeda dengan hidup pelit, dimana di dalamnya hanya ada kesusahan karena kekhawatiran berlebih hartanya akan berkurang.

Oleh : Andrew Ho - Managing Director PT. KK. Indonesia, motivator, pengusaha, dan penulis buku-buku bestseller

Tuesday, January 15, 2008

Mengapa Berjalan Harus di Sebelah Kiri


Di jaman Inggris kuno, para ksatria suka naik kuda. Berhubung para ksatria tidak kidal, maka pedang selalu dipegang tangan kanan dan perisai ditangan kiri. Nah, karena perisai dipegang tangan kiri, untuk melindungi dada ketika hendak naik kuda, mereka selalu dari naik-turun dari sisi kiri kuda. Selain itu, kalau lagi asyik kuda-kudaan lalu si ksatria diserang,berduel di sisi kiri jalan jauh lebih enak. Kebiasaan ini lama-lama diundangkan dan menjadi aturan formal. Adat ini juga diadopsi oleh negara-negara Eropa lain.

Di Jepang ada sejarahnya sendiri. Di jaman Edo, samurai Jepang punya adat untuk berkuda di kiri jalan untuk mencegah dua samurai yang saling berpapasan brantem gara-gara kedua pedang mereka bersenggolan. Akan tetapi, pada masa itu penduduk non-samurai tetap saja berkuda di sembarang sisi jalan. Pembakuan aturan berkendaraan di sebelah kiri baru muncul setelah kereta api dari Inggris mulai masuk ke negeri mungil seribu gempa nan-kaya itu.

Amerika lain lagi. Karena semula koloni Inggris, orang Amerika berkuda dikiri jalan. Akan tetapi, saking sakit-hatinya sama Inggris, pendudukAmerika berusaha menanggalkan citra koloni Inggris. Antara lain, mereka memutuskan untuk berkuda di kanan jalan. Pindah ke kanan konon juga untuk menghormati Perancis yang telah membacking perang melawan Inggris.

Jadiii... bangsawan Perancis itu aslinya juga berkuda di kiri jalan.Tetapi setelah revolusi Perancis, untuk melawan kemapanan, orang Perancis banting haluan ke kanan jalan. Napolen yang pada masa pemerintahannya mengekspansi Perancis ke negara-negara Eropa turut menyebarkan kebiasaanini. Walhasil, negara yang disatroni Perancis seperti Belanda juga ketularan berkendaraan di kanan jalan.

Kalau orang Belanda berkanan-jalan, kenapa kita berkiri jalan? Ternyata,walaupun Belanda memang dikuasai Perancis pada tahun 1795, sejak tahun1602 Belanda (yang waktu itu masih di sebelah kiri) sudah menjajah Indonesia dan terlanjur menularkan kebiasaan berkiri jalan. Rupanya benar juga kalau old habit die hard.


Monday, January 14, 2008

Nilai Emas


Seorang pemuda mendatangi Zen-sei dan bertanya, "Guru, saya tak mengerti mengapa orang seperti Anda mesti berpakaian apa adanya, amat sangat sederhana. Bukankah di masa seperti ini berpakaian sebaik-baiknya amat perlu, bukan hanya untuk penampilan melainkan juga untuk banyak tujuan lain?"


Sang Guru hanya tersenyum. Ia lalu melepaskan cincin dari salah satu jarinya dan berkata, "Sobat muda, akan kujawab pertanyaanmu, tetapi lebih dahulu lakukanlah satu hal untukku. Ambillah cincin ini dan bawalah ke pasar di seberang sana . Bisakah kamu menjualnya seharga satu keping emas?"Melihat cincin Zen-sei yang kotor, pemuda tadi merasa ragu, "Satu keping emas? Saya tidak yakin cincin ini bisa dijual seharga itu." "Cobalah dulu, sobat muda.Siapa tahu kamu berhasil."


Pemuda itu pun bergegas ke pasar. Ia menawarkan cincin itu kepada pedagang kain, pedagang sayur, penjual daging dan ikan, serta kepada yang lainnya. Ternyata, tak seorang pun berani membeli seharga satu keping emas. Mereka menawarnya hanya satu keping perak.Tentu saja, pemuda itu tak berani menjualnya dengan harga satu keping perak.


Ia kembali ke padepokan Zen-sei dan melapor, "Guru, tak seorang pun berani menawar lebih dari satu keping perak."Zen-sei, sambil tetap tersenyum arif, berkata, "Sekarang pergilah kamu ke toko emas di belakang jalan ini. Coba perlihatkan kepada pemilik toko atau tukang emas di sana . Jangan buka harga, dengarkan saja bagaimana ia memberikan penilaian."Pemuda itu pun pergi ke toko emas yang dimaksud.


Ia kembali kepada Zen-sei dengan raut wajah yang lain dan berkata, "Guru, ternyata para pedagang di pasar tidak tahu nilai cincin ini sesungguhnya. . Pedagang emas menawarnya dengan harga seribu keping emas. Rupanya nilai cincin ini seribu kali lebih tinggi daripada yang ditawar oleh para pedagang di pasar."Zen-sei tersenyum simpul sambil berujar lirih, "Itulah jawaban atas pertanyaanmu tadi sobat muda. Seseorang tak bisa dinilai dari pakaiannya. Hanya "para pedagang sayur, ikan dan daging di pasar" yang menilai demikian. Namun tidak bagi "pedagang emas"."


Emas dan permata yang ada dalam diri seseorang, hanya bisa dilihat dan dinilai jika kita mampu melihat ke kedalaman jiwa. Diperlukan kearifan untuk melihatnya, dan itu membutuhkan proses. Kita tak bisa menilainya hanya dengan tutur kata dan sikap yang kita dengar dan lihat sekilas. Seringkali yang disangka emas ternyata loyang dan yang kita lihat sebagai loyang ternyata emas "


Saturday, January 12, 2008

Tantangan


Alkisah, sebuah desa di atas bukit dilanda musim kering enam tahun beturut-turut. Suasana desa terasa sedih, putus asa, dan merana. Di tepi desa, tinggal seorang lelaki setengah baya yang punya tiga anak pria dewasa. Namun semuanya pemalas, tak pernah mau mencari pekerjaan. Alasannya, di mana-mana susah, karena musim kering itu. Semua nasihat sang ayah hilang begitu saja. Mereka lebih suka melamun dan tidur.


Di belakang bukit yang mengelilingi desa itu, ada sebuah desa sangat subur. Di tengahnya mengalir sungai yang tak pernah kering. Andai kata ada yang mampu memindahkan gunung, dan mengubah aliran sungai, desa itu bakal memiliki air cukup, dan tak akan lagi kekeringan. Namun di desa itu tak ada seorang pun yang berani berpikir untuk memindahkan sang gunung.


Sesuatu yang tak mungkin. Uniknya, lelaki setengah baya yang tinggal di tepi desa tadi akhirnya terpanggil untuk menyelesaikan tantangan yang tidak mungkin itu. Suatu hari, setelah fajar, sang lelaki membulatkan tekadnya. Ia mengambil pacul dan mulai berjalan ke gunung. Ia bekerja dari subuh hingga matahari tenggelam, tak kenal lelah. Mencangkul dan mencangkul. Setelah seminggu ia bekerja, akhirnya anak-anaknya pun mulai memperhatikan ulah sang ayah.


Ketika diceritakan bahwa sang ayah ingin memindahkan gunung, ketiga anaknya terbahak-bahak. Mereka menganggap ayahnya gila, dan mau melakukan hal yang tak mungkin. Sang ayah terdiam saja. Ia terus melanjutkan pekerjaannya dari hari ke hari. Sebulan kemudian, cerita ini menyebar ke seluruh desa. Sang lelaki itu kini malah dijuluki gila oleh semua warga desa. Ketiga anak lelaki itu lama-lama malu dengan olokan warga desa.


Hingga suatu hari mereka memutuskan membantu ayahnya. Sejak itu, keempat lelaki itu selalu berangkat subuh, dan mencangkul gunung hingga matahari tenggelam. Setelah beberapa bulan mereka bekerja, warga desa mulai melihat sebuah lubang besar di gunung. Tak lama kemudian, seluruh desa ikut bergabung. Setahun lebih, gunung itu bolong. Air mengalir lewat terowongan. Desa itu tak pernah lagi kering.


Renungan :

Semuanya mungkin. Jangan pernah menganggap remeh sebuah cita-cita atau angan-angan. Rahasianya, bagaimana mengubah cita-cita itu menjadi tantangan nyata. Kalau sudah menjadi tantangan, pasti bisa dikerjakan. Pasti memberikan hasil.

Cita-cita dan angan-angan hanya akan menjadi lamunan kosong kalau tidak kita wujudkan menjadi tantangan. Tantangan adalah sebuah "road map", peta yang melukiskan hal-hal yang harus kita kerjakan untuk mencapai sebuah prestasi. Cita-cita dan angan-angan adalah roh.


Tantangan adalah tubuh tempat roh bersemayam. Tanpa tantangan, roh itu hanya akan melayang-layang dan kehilangan wujudnya. Kalau Anda punya visi, cita-cita, dan angan-angan, jangan lupa menerjemahkannya menjadi tantangan yang bisa memotivasi keikutsertaan orang di sekitar kita.


Friday, January 11, 2008

Keberanian


Seorang perwira muda diserahi tugas untuk menjaga jalan masuk ke markas tentara dan diberi perintah untuk tidak membiarkan mobil masuk, kalau mobil itu tidak membawa tanda khusus.

Ia menghentikan mobil yang ditumpangi oleh seorang jendral yang mengatakan kepada sopirnya untuk tidak mempedulikan penjaga dan terus melarikan mobilnya.

Karena itu sang perwira itu itu maju dengan senjata siap ditembakkan dan dengan tenang berkata, "Maaf bapak, ini baru bagi saya. Siapa yang saya tembak ? Bapak atau sopir ?"

Renungan :
Anda akan mencapai kebesaran kalau anda tidak dirisaukan oleh kedudukan orang-orang yang ada diatas anda dan kalau anda membuat orang-orang yang berada dibawah anda tidak merisaukan kedudukan anda.

Ditambah lagi bila kalau anda tidak sombong terhadap orang-orang yang rendah dan tidak rendah dengan orang-orang yang sombong.

Adakah ilustrasi ini terjadi di perusahaan anda ?
Andalah yang bisa menjawabnya . . . . .


Djodi

Bunyi yang Punya Arti


Suatu hari, Kabayan dari desa mengunjungi temannya di kota. Bunyi ribut mobil-mobil dan derap orang yang lalu-lalang sangat menganggunya. Kedua orang itu bertemu dan kemudian berjalan-jalan dan tiba-tiba Kabayan berhenti, menepuk pundak temannya dan berbisik, "Berhentilah sebentar. Apakah kamu mendengar suara yang kudengar?"


Teman kotanya itu menoleh ke arahnya sambil tersenyum, dan kemudian berkata, "Yang saya dengar hanyalah suara klakson mobil serta suara orang lalu-lalang. Apa yang kau dengar?" "Ada seekor jangkrik di dekat sini dan saya bisa mendengar suara nyanyiannya." Kabayan.

Teman dari kota itu mendengarkan dengan penuh perhatian, lalu menggeleng-gelengkan kepalanya dan berkata, "Saya pikir kamu hanya bergurau. Tidak ada jangkrik di sini. Dan seandainya ada, bagaimana orang bisa mendengar suaranya di tengah kebisingan jalan ini? Jadi kamu pikir kamu bisa mendengarkan suara seekor jangkrik?" Kata Kabayan, "Ya! Ada satu ekor yang bernyanyi di sekitar sini sekarang."

Kabayan berjalan ke depan beberapa langkah, lalu berdiri di samping tembok suatu rumah. Di situ ada tanaman yang tumbuh merambat. Kabayan memetik beberapa daun, dan di atas daun itulah terdapat seekor jangkrik yang bernyanyi keras sekali. Teman dari kota itu kini bisa melihat jangkrik itu, dan dia pun mulai bisa mendengarkan suara nyanyiannya.

Ketika mereka kembali berjalan-jalan, orang kota itu berkata kepada teman desanya, "Kamu secara alami bisa mendengar lebih baik dari kami." Kabayan tersenyum dan kemudian menggeleng-gelengkan kepalanya sambil berkata, "Saya tidak setuju dengan pendapatmu. Orang desa tidak bisa mendengar lebih baik daripada orang kota. Sekarang lihat, saya akan memperlihatkannya kepadamu!"

Lalu, Kabayan mengambil uang logam dan menjatuhkannya di trotoar. Bunyi uang logam itu membuat banyak orang menoleh ke arahnya. Kemudian Kabayan memungut uang logam itu dan menyimpannya kembali di kantungnya, dan kedua orang itu kembali berjalan-jalan.

Kata Kabayan, "Tahukah kamu sobat, suara uang logam itu tidak lebih keras daripada nyanyian jangkrik tadi. Meski demikian, banyak orang kota mendengarnya dan menoleh ke arahnya. Di lain pihak, saya adalah satu-satunya orang yang mendengar suara jangkrik itu.

Alasannya tentu bahwa bukan orang desa bisa mendengar lebih baik daripada orang kota. Tidak. Alasannya adalah bahwa kita selalu mendengar dengan lebih baik hal-hal yang biasanya kita perhatikan."

Renungan :

Seringkali ketika kita dalam masalah, kita berteriak memohon pertolongan pada Allah, dan kita merasa Dia diam saja. Ketika membaca cerita ini kita jadi sadar, sebabnya bukan karena Allah tidak menjawab, tapi karena kita lebih fokus pada diri kita sendiri dan permasalahannya daripada fokus pada Allah dan pertolonganNya.

Kita memasang telinga agar Allah menjawab sesuai dengan keinginan dan cara kita dan menolak suara Allah yang mengatakan bahwa Dia menyediakan jalan lain yang lebih baik !