Di kota Medan sekarang banyak dijumpai lampu merah dengan angka di perempatan jalan besar khusunya di pusat kota. Kalau di simpang USU ( Universitas Sumatra Utara , interval angka dimulai dari 16 menuju angka 1, sementara kalau di simpang PDAM dari angka 99.
Tak terbayangkan kalau intervalnya sampai 3 digit, pasti para pengendara harus super sabar untuk melalui lampu merah tersebut. Memperhatikan lampu merah bernomor, mempengaruhi emosi pengendara, saya merasa sangat berbahagia apa bila nomor sudah tinggal hitungan jari tangan, rasanya fikiran melambung seperti terbang naik Apolo 12 menuju bulan layaknya. Mudah-mudahan seluruh lampu lalu lintas kelak bisa diganti model seperti ini.
Lampu lalu lintas, orang Jakarta atau Medan menyebutnya lampu merah, sementara kalau di Jawa orang menyebutnya lampu bangjo (‘bang’ adalah singkatan dari kata ‘abang’ yang berarti merah dan ‘jo’ singkatan dari kata ‘ijo’ yang berarti hijau). Apapun namanya, orang mengartikan bahwa lampu merah berarti bahaya. Apabila lampu merah menyala, secara reflek fikiran pengendara mengartikan bahwa harus berhenti karena pengendara dari seberang jalan sedang mendapat giliran berjalan. Adapun angka-angka yang ekarang nampak 5,4,3,2,1 hanyalah interval pergantian giliran jalan.
Melihat lampu merah, umumnya fikiran kita terfokus pada makna lampu, bukan melihat merek lampunya, berapa kuat arusnya dan lain-lain yang berbau tehnik, tapi makna yang dikandungnya.
Demikian juga dalam ranah spiritual, mengikuti contoh lampu lalu lintas di atas, bahwa alam semesta berikut eksistensi adalah manifestasi tanda-tanda keberadaan Tuhan. Orang tidak perlu terpana melihat lampu lalu lintas, seperti melihat alam. Tapi arti yang dikandungnya, yaitu Pengejawantahan Sang Pencipta dibalik alam maya.
Tak pelak lagi, apa yang ditunjukkan oleh tanda-tanda itu bukanlah dunia ini, melainkan Sang Pencipta. Kita bisa mengatakan bahwa hubungan Tuhan dengan dunia ini bukanlah hubungan ( 1+1 ), atau (1 x 1), tetapi hubungan (1+0). Dalam ungkapan lain, yang ada adalah wujud Ilahi sementara yang lain adalah ketiadaan, dan tidak sedikitpun memberi tambahan kepada Esensi-Nya.
Apabila seseorang mampu menjangkau manifestasi Ilahiah, maka yang ada dalam kesadarannya adalah Tuhan semata. Dia memahami bahwa satu-satunya pembimbing adalah Tuhan. Sebagai pengendara harus tahu jalan mana yang mesti ditempuh, jangan sampai anda tersesat karena sekarang sudah masuk diperempatan.
“Wahai orang beriman! Jagalah dirimu sendiri. Orang yang tersesat tidak bakal merugikanmu jika kamu telah beroleh petunjuk” (QS. 5:105).
Dia memahami bahwa satu-satunya pembimbingnya adalah Tuhan, yang memerintahkan kepadanya agar dia mengenal dirinya sendiri dan menempuh jalan mengenal diri dengan meninggalkan jalan-jalan lainnya. Sesuai dengan sabda Nabi “Barang siapa mengenal dirinya, maka dia mengenal Tuhannya”.
Sudah saatnya anda membuka kaca jendela jiwa, tanyakan pada diri sendiri “Sudahkah saya, mengenal diri saya sendiri..?”, apabila ragu, bisa dilihat peta jalan kehidupan spiritual melalui kitab sucimu. Firman Allah “ .. Dan kami turunkan kepadamu Al Kitab untuk menjelaskan segala sesuatu…”(QS 16:89).
Lampu kuning menyala sudah, atau angka sudah mendekati angka 1, saatnya kita siap-siap jalan. Selamat jalan dan hati-hati di jalan, jangan sampai kena tilang…
No comments:
Post a Comment