Lawan adalah kawan kita Dalam kehidupan ini,kita didokrin untuk dikenalkan dengan dua istilah dalam bersosialisasi yaitu kawan dan lawan. Pendokrinan dua istilah ini bahkan secara sadar atau tidak sadar sudah kita kenal saat kita kecil.
Sebagai contoh dalam lomba merangkak bayi ibu-ibu kita meneriaki , “Ayo nak ayo nak jadi yang terdepan, tinggalkan mereka lawan kita!”. Contoh lain dalam lomba mewarnai orang tua kita menyemangati , “Ayo nak gambar dan warnai yang bagus, tunjukan kamu memang lebih baik dari lawan kita!”. Atau misalkan dalam sepak bola anak-anak, dalam permainan ini bahkan kita sudah mulai dipilah-pilah menjadi dua kekuatan yang siap untuk diadu ,“Ayo nak main yang bagus, masukan gol kegawang lawan!”, dan banyak lagi didikan-didikan yang secara sadar atau tidak sadar kita memang dikenalkan dengan istilah kawan atau lawan.
Kita tumbuh dan berkembang dengan akar yang sangat kuat dalam dua istilah kawan dan lawan. Sampai akhirnya saat dewasa kita sudah sangat siap, faham, terukir tajam dalam ingatan bahwa dalam hidup ada istilah kawan dan lawan. Kita sudah sangat siaga dan fokus pada istilah kawan dan lawan dalam berbisnis, kawan dan lawan dalam olah raga, kawan dan lawan dalam dunia pekerjaan, bertetangga bahkan bernegara.
Bila kita mengambil sepenggal kutipan dari Samuel Johnson bahwa :”Rantai kebiasaan begitu lemahnya sehingga sulit untuk dirasakan, sampai akhirnya hal ini menjadi terlalu kuat untuk dipatahkan”. Kita sudah terjerat, terkunci tak berdaya dengan dua istilah kawan dan lawan yang sangat membebani kehidupan sosialisasi kita.
Padahal jikalau saja sejak dini kita bersepakat untuk merubah setingan otak pikiran kita bahwa kita hanya mengenal istilah kawan, hidup sepertinya akan terasa lebih sejuk, nyaman dan indah. Lawan bukan pesaing kita, lawan adalah kontrol diri kita terhadap kebaikan dan keburukan dalam hal tingkah laku. Lawan adalah kontrol diri terhadap kualitas, kuantitas dan harga dalam hal berbisnis. Lawan adalah kontrol diri terhadap kekuatan, ketekunan dan sebagainya tergantung dari sudut pandangnya.
Suatu saat Saya pernah tinggal di Malang Jawa Timur hampir setengah tahun lamanya. Saya sudah mulai beradaptasi dengan dialek jawa sebagai bahasa keseharian di malang, Karena Saya lahir dan besar di Bandung kadang saya rindu berbahasa sunda. Dan alangkah bahagianya ketika suatu saat Saya bertemu dengan sesorang yang secara tidak sengaja bertemu disuatu pusat perbelanjaan yang mengaku berasal dari Bogor.
Saya langsung tancap gas berbahasa sunda, kita merasa seolah-olah ada ikatan saudara yang sangat dekat walaupun hanya disatukan dalam satu bahasa ibu. Hal serupa terjadi ketika suatu saat Saya berkesempatan mengunjungi Filipina, Saya merasa bahagia ketika dipertemukan secara tidak sengaja, dalam liff sebuah hotel dengan sesama tamu hotel berasal dari Indonesia, Saya sangat merasa beliau adalah kawan Saya, padahal notabene kita baru bertemu.
Coba sekarang kita banyangkan dari sudut yang lain, apa yang terjadi bila Saya atau kita berada pada satu komunitas yang sama?, Saya tinggal di Bandung atau Indonesia apa yang terjadi? Saya mulai menyempitkan pijakan untuk digunakan sebagai standard persamaan, Saya tidak berpijak pada kesamaan yang terlalu luas lagi, Saya tidak mengambil bahasa sunda, jawa atau bahasa Indonesia sebagai pijakan kesamaan untuk berkawan bukan?.
Contoh inilah yang ingin Saya sampaikan bahwa setingan kita selama ini kurang tepat, kita berkawan dengan pijakan kesamaan yang terlalu spesifik. Padahal kita semua kawan, kawan hidup dalam alam semesta ciptaan-Nya.
Di dunia bisnis pun di tengah persaingan yang sangat ketat, perusahaan-perusahaan berlomba-lomba untuk merangkul "lawan" menjadi "kawan", maka terjadilah merger, akuisisi dsb. Contoh akuisisi Roche divisi OTC oleh Bayer akan memperkuat kinerja bisnis Bayer di masa kini dan masa mendatang. Merek "Aqua" walau lokal tapi sangat terkenal di Indonesia, akhirnya dibeli oleh Danone beberepa tahun lalu. Danone pun tak kalah cerdik dengan memanfaatkan keunggulan merek Aqua, maka kalau kita lihat di disain label kemasan Aqua bukan hanya merek Aqua saja namun Danone melakukan umbrella-branding dengan memasang logo Danone di atas Aqua.
Lihat pula di jalan raya , merk - merk terkenal seperti Avanza dengan Xenia atau Suzuki APV dengan Mitsubishi Maven , adalah contoh salah satu " perlawanan " dibidang marketing , namun tetap berkawan pada proses produksi
Keuntungannya publik akan percaya kalau produk-produk lain keluaran pihak pihak yang bersinergy akan sangat berkualitas dibandingkan jika mereka bermain sendiri. , Begitu pula berlaku pada merk - merk produk otomotif tersebut .
Alangkah indahnya bila dalam kehidupan ini kita hanya mengenal istilah kawan. Kawan dalam berbisnis, kawan dalam dunia pekerjaan, kawan bertetangga, kawan bernegara, kawan dalam berjuang, kawan dalam berlari mengejar kebaikan.
Oleh : Iwan Rahwanudin
No comments:
Post a Comment