Peter Seage adalah seorang pakar manajemen ternama di dunia, dan penulis buku laris berjudul The Fifth Discipline. Ia pernah bekerja sebagai seorang manajer di sebuah perusahaan minyak di Malaysia. Spesifikasi tugasnya waktu itu adalah merancang surat-surat perjanjian dengan para agen penjualan di Malaysia bagian selatan, yang mayoritas terdiri dari keturunan Tiong Hoa.
Pada suatu hari setelah menyelesaikan proses negosiasi dengan para agen penjualan, Peter menikmati minuman teh bersama mereka. Peter juga berbincang cukup akrab dengan mereka layaknya teman lama.
Setelah itu Peter Seage mengeluarkan sebuah surat perjanjian, mengisi kolom kosong dengan angka yang sudah disepakati bersama dalam negosiasi tadi. Kemudian ia menyodorkan kepada para agen agar mereka membubuhkan tanda tangan di atas surat perjanjian tersebut.
Salah seorang agen langsung memprotes sikap Peter. "Hai saudaraku! Apa yang kamu lakukan? Kamu salah jika berpikir kami akan menandatangani surat perjanjian itu," tegas salah seorang diantara mereka.
Seorang agen lainnya tak tinggal diam. Ia kemudian berkata, "Jika kita sudah sepakat, untuk apa mesti menggunakan surat perjanjian?"
"Perbuatan kamu ini (membuat surat perjanjian) justru menyebabkan saya curiga. Mungkin kamu akan menggunakan dalih hukum untuk mengambil keuntungan dan menekan kami. Dalam budaya kami di sini, sebuah perjanjian cukup disepakati kedua belah pihak tak perlu lagi menggunakan surat resmi. Kami berpendapat bahwa surat perjajian tak dapat memberikan jaminan apapun," sambung agen yang lain.
Peter Seage tertegun mendapat penolakan keras dari mayoritas agen tersebut. Pendapat mereka ada benarnya. Peter-pun menyetujui kemauan para agen tersebut, karena khawatir jika ia paksakan maka penandatangan surat perjanjian itu hanya menjadi simbol formalitas belaka tanpa memberikan efek kepatuhan terhadap kesepakatan seperti yang diharapkan.
Pesan:
Segala bentuk kesepakatan akan memberikan hasil akhir memuaskan bila masing-masing pihak mempunyai kesadaran yang tinggi untuk memenuhi tanggung jawab. Kalaupun ada peraturan hukum yang cukup rumit dan mengatur segalanya secara rinci, tetapi selama tidak ada kemauan dari masing-masing atau salah satunya untuk melaksanakan kesepakatan tersebut, maka akan timbul kekacauan.
Fenomena di atas menunjukkan sebuah budaya yang patut kita tiru, yaitu budaya untuk patuh terhadap aturan yang sudah disepakati bersama, apalagi jika ada hukum yang mengikat. "Sebenarnya kerja manajemen adalah berbincang bersama-sama sambil minum kopi. Disalah satu sisi, kita harus banyak belajar dari orang Tionghoa," pesan Peter Seage.
Namun akhir-akhir ini kesadaran untuk patuh terhadap perjanjian yang sudah disepakati bersama atau hukum yang sudah berlaku semakin menipis. Akibatnya peraturan atau bahkan undang-undang menjadi slogan belaka atau tidak dilaksanakan dengan baik, sehingga tidak memberikan cukup manfaat kepada masyarakat luas.
Oleh sebab itu dibutuhkan kesungguhan dan kejujuran dari masing-masing individu untuk melaksanakan peraturan maupun kesepakatan yang sudah ditetapkan. "Kejujuran adalah bab pertama dalam buku kebijaksanaan," kata Thomas Jefferson.
Oleh : Andrew Ho - Managing Director PT. KK. Indonesia, motivator, pengusaha, dan penulis buku-buku bestseller
Wednesday, November 7, 2007
Perjanjian Orang Tiong Hoa
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment