Myspace Backgrounds

Friday, May 4, 2007

SATU SIANG DUA SISI


Jam 12.15. Di sebuah resto (di gedung perkantoran di wilayah Sudirman, Jakarta Selatan. Saya dan seorang teman memesan santapan siang yang diniatkan agak bermewah-mewah. Maklum baru gajian...hehe. . Dan lagi bisa makan siang dengan leluasa seperti ini merupakan kesempatan yang langka di tengah kesibukan kerja sehari-hari. Jadilah, kami memesan semangkuk sup krim dan sepiring Chicken Cordon Bleu.
Teman saya sedang kurang selera, sedangkan saya sedang berselera tinggi. Minumannya standar. Lemon Tea. Dia pakai es. Saya pesan yang hangat.


Jam 12.25. Dua gelas Lemon Tea sudah terhidang. Jam 12.30 giliran semangkuk sup krim menyusul. Jam 12.45...belum ada tanda-tanda Chicken Cordon Bleu akan muncul di meja. Sementara pramusaji yang berseragam sibuk hilir mudik, tapi tidak menyapa, atau menanyakan apakah pesanan kami sudah cukup atau sudah sesuai. Jam 12.50, kami memanggil salah seorang pramusaji, dan menanyakan pesanan tadi. Dia balik bertanya, memangnya sudah pesan ?


Aneh juga. Pada waktu makan siang. Dua orang. Hanya disuguhi semangkuk sup krim, dan dua gelas Lemon Tea. Logikanya di mana ? Kalau pun saat itu kami akan menjalankan paket kemesraan atau paket ekonomis, tentulah tidak dengan menyantap semangkuk sup krim berduaan. Mau mesra di mana ? Sup kental untuk bermesraan ? Jauh banget. Mau paket ekonomis di mana ? Semangkuk sup krim di resto itu sama harganya dengan sepiring nasi goreng ikan asin di resto Chinese Food yang full dengan segala seafood dan telur. Atau kalau mau lebih ekstrim, setara dengan dua piring penuh nasi goreng di belakang kantor plus dengan telur dadar yang tebal dan full bumbu.


Tak lama pramusaji yang menerima orderan tadi datang. Dengan tanpa merasa bersalah ia mengatakan,” saya pikir tadi ibu hanya ingin minum saja.”

Kalimat “saya pikir” adalah interpretasinya sendiri. Tanpa ia berusaha untuk mengecek ulang mengenai orderan saya sebelumnya. Yang seharusnya sudah menjadi prosedur standar sebuah layanan, khususnya layanan dalam pemesanan makanan. Di mana pun !
Akhirnya, kami membatalkan orderan ( yang memang belum diorder tersebut). Lalu setelah membayar makanan dan minuman yang lumayan muahaaal...dengan perut yang masih setengah lapar, karena hanya diganjel semangkuk sup ( ukuran personal) kami meninggalkan gedung ber-AC itu, mencari alternatif makanan di tempat lain.

*

Jam 13.15. Di kantin sebuah kantor karyawan. Pemilik warung Heru menyambut kami dengan ramah. Menyalami. Dan menanyakan kabar. Lalu mempersilakan kami duduk di tempat yang sesuai selera. Tapi mau pilih tempat di mana ? Di ruang setengah terbuka, dengan angin dan asap bakaran sate yang semilir kian kemari, mana ada pilihan lain. Jadi kami duduk saja, sambil menikmati aroma asap yang menggelitik selera.


Kami memesan dua porsi sate kambing. Saya memesan sate dengan bumbu kecap. Teman saya memesan sate tanpa apa-apa, alias hanya daging bakar berbumbu saja. Saya tidak pakai bawang, hanya cabe rawit. Teman saya pakai bawang rajangan dan cabe rawit. Customized banget ! Minumannya teh hangat yang segar dan wangi. Semuanya sudah tersedia kurang dari 15 menit. Dan setelah pesanan datang, pelayan warung masih mengecek ulang, apakah pesanan kami sudah cukup.


Ternyata satenya memang enak. Dagingnya empuk. Bumbunya meresap. Walaupun hanya ditambahi kecap, tapi sedap sekali. Dan yang bikin lebih enak, pemilik warung masih menyapa kami, dan dengan ramah melayani pembicaraan kami. Akhirnya...setelah kenyang, kami meninggalkan warung. Hati sudah riang gembira lagi . Hanya dengan dua porsi sate kambing. Yang harganya tidak sampai setengah harga sup krim dan lemon tea yang membuat sesak nafas tadi.

**

Apa yang diperoleh dari perjalanan makan siang yang seru tadi ? Hanya dalam waktu dua jam, di siang hari bolong yang lumayan menyengat itu, saya mendapat pelajaran mengenai standar layanan yang dibutuhkan oleh konsumen. Di resto, yang konon memiliki prosedur standar mengenai layanan, ternyata bisa ‘kebobolan’ oleh sikap kurang disiplin dan kurangnya pelibatan perasaan dalam pekerjaan dari sang pramusaji. Seandainya ia melayani dengan disiplin dan juga bekerja dengan ‘hati’nya, maka ia akan melayani setiap pelanggan seperti ia melayani tamu yang datang berkunjung ke rumahnya.

Di warung Heru, yang menyempil di belakang gedung perkantoran, yang tidak punya standar layanan tertulis, ternyata ia bisa memuaskan pelanggannya. Hanya dengan sikap yang ramah. Dan perhatian yang tulus. Ia sudah ‘membeli’ hati pelanggannya. Pelanggan, entah mau disebut raja atau setengah raja, tetap menginginkan layanan yang terbaik untuk memenuhi kebutuhannya.

Kadang kita bisa menerima kenyataan, bahwa rasa makanan kurang asin atau kurang manis, ruangannya penuh sesak dan panas, hanya karena pemilik warung atau resto bersikap ramah. Ia memperlakukan kita seakan-akan kita adalah keluarganya. Jadi kesalahan-kesalahan kecil seperti rasa yang kurang mantap dan AC yang artinya Angin Cepoi-cepoi bisa kita maklumi. Bahkan, kita dengan suka rela akan berbagi tips agar cita rasa makanannya bisa ditingkatkan dan disesuaikan dengan selera kita.

Sebaliknya, resto yang rasa makanannya mantap, penyajiannya berkelas, tempatnya mewah dan full AC (yang ini AC beneran alias Air Conditioning yang adem sejuk), bisa ditinggalkan pelanggannya. Sebabnya sepele. Pemilik atau pramusaji kurang senyum. Kurang ramah. Atau kurang tanggap terhadap kebutuhan perasaan pelanggan. Karena konon, untuk menyantap hidangan dengan berselera, maka perasaan kita juga harus tenang atau bergairah. Jangan ada emosi negatif, seperti kekesalan dan kemarahan. Jadi urusan perasaan ini sangat dekat hubungannya dengan urusan layanan pelanggan.

Pelanggan terpuaskan hatinya, atau pelanggan berbahagia, maka ia akan selalu datang kembali. Pelanggan kesal hatinya, maka ia akan melakukan gerakan one stop shopping...alias sekali shopping langsung stop...hehehe Layanan memang sesuatu yang abstrak.

Tapi dengan menyentuh hati pelanggan dengan ketulusan, mudah-mudahan kita bisa membeli hatinya.



From my friend , Mbak Ietje S. Guntur , BCA Jakarta




Regards

DJODI ISMANTO
From nice city of Medan


No comments: