Pada suatu hari seekor anak kerang di dasar laut mengadu dan mengaduh pada
ibunya sebab sebutir pasir tajam memasuki tubuhnya yang merah dan lembek.
"Anakku," kata sang ibu sambil bercucuran air mata, "Tuhan tidak memberikan
pada kita bangsa kerang sebuah tangan pun, sehingga Ibu tak bisa menolongmu.
Sakit sekali, aku tahu anakku. Tetapi terimalah itu sebagai takdir alam."
"Kuatkan hatimu. Jangan terlalu lincah lagi.
Kerahkan semangatmu melawan rasa ngilu dan nyeri yang menggigit. Balutlah
pasir itu dengan getah perutmu. Hanya itu yang bisa kau perbuat", kata
ibunya dengan sendu dan lembut.
Anak kerang pun melakukan nasihat bundanya. Ada hasilnya, tetapi rasa sakit
bukan alang kepalang.
Kadang di tengah kesakitannya, ia meragukan nasihat ibunya. Dengan air mata
ia bertahan, bertahun-tahun lamanya. Tetapi tanpa disadarinya sebutir
mutiara mulai terbentuk dalam dagingnya. Makin lama makin halus.
Rasa sakit pun makin berkurang. Dan semakin lama mutiaranya semakin besar.
Rasa sakit menjadi terasa lebih wajar.
Akhirnya sesudah sekian tahun, sebutir mutiara besar, utuh mengkilap, dan
berharga mahal pun terbentuk dengan sempurna.Penderitaannya berubah menjadi
mutiara ; air matanya berubah menjadi sangat berharga. Dirinya kini, sebagai
hasil derita bertahun-tahun, lebih berharga daripada sejuta kerang lain yang
cuma disantap orang sebagai kerang rebus di pinggir jalan.
Friday, June 15, 2007
Perjalanan Hidup Kerang
Posted by DJODI ISMANTO at 15.6.07
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment