Penyemir Sepatu Jadi Kontraktor
Nasib , Begitu biasanya orang menyebutkan keberhasilan atau keterpurukan yang menimpa seseorang. Tapi untuk Abdilah kecil, kerja keras dengan motivasi bakti kepada orang tua, menjadi bekal keberhasilannya saat ini.
Ketua Kompartemen Pertambangan dan Energi Badan Pengurus Pusat (BPP) Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi) Abdilah Abdul Chair terharu saat menceritakan pengalaman masa lalu. Di usianya yang ke-8 ia harus menjadi seorang anak yatim. Sang ayah, Abdul Chair, meninggal dunia. Ibunya, Su'dah Mas'oed, banting tulang menafkahi tiga anaknya. Melihat perjuangan ibu, Abdilah kecil ingin membantu. Mulailah ia bekerja serabutan, mulai dari menjadi penyemir sepatu, loper koran, pencuci piring, pengangkut sampah, hingga kuli bangunan.
Ketika duduk di bangku SMP Taman Siswa Rawa Mangun, Jakarta Timur, Abdilah mendapat beasiswa dari Ilmu Komputer Universitas Indonesia (UI). Tidak tanggung-tanggung, persyaratan yang diberikan sangat keras, harus menjadi juara kelas selama tiga tahun. Jika tidak, beasiswa dicabut. Beasiswa ini terus diraihnya sampai lulus dari SMA Negeri 5 Sumur Batu, Jakarta Pusat. Abdilah berupaya mempertahankan beasiswa dengan berkonsentrasi pada pelajaran.
Ia juga membuka layanan pengajaran privat. Ketika duduk di kelas 1 SMA, ia mendapat 60 siswa SMP yang hendak menghadapi Ebtanas. Selama tiga bulan, hanya 11 murid yang bertahan. Murid-muridnya ini lulus dan di terima di sekolah negeri. Sebagai siswa yang selalu mendapat peringkat juara, tak mengherankan jika Abdilah lulus Sipenmaru di Teknik Sipil UI. Namun ketika itu, ia tidak mendaftarkan dirinya. ''Saya masih harus membantu ibu menghidupi dua adik,'' katanya. Maka ia mendaftar sebagai mahasiswa di Politeknik UI jurusan Teknik Sipil.
Ketika menjadi mahasiswa pun, ia masih terus mencari uang. Bukan hanya untuk adik-adiknya, tapi juga diri sendiri. Pasalnya, ia sudah tidak lagi memeroleh beasiswa. Maka setiap ada kesempatan membatu dosen melakukan kegiatan pembangunan, ia menawarkan diri. Beberapa proyek besar sempat ada campur tangan dirinya, seperti Jakarta Interchange Cawang-Bogor. Pria kelahiran 20 Oktober 1965 ini sempat menjadi karyawan di PT Astra Internasional. Namun karena ingin mandiri, ia memutuskan membentuk usaha sendiri.
Pada 1996, Abdilah membentuk PT Cipta Bangun Yasa. Bermodal Rp 1,5 juta ia mendirikan perusahaan kontraktor dan perawatan bangunan. Proyek pertamanya adalah memasang ubin di Hotel Century, Wisma Nusantara, dan Hotel Sahid. Kemudian, ia mengerjakan beberapa rumah pribadi manajer-manajer beberapa perusahaan. ''Saya memang spesialisasi rumah pribadi karena saya orangnya idealis,'' kata Abdilah, ayah dari Achmad Zulfikar (16) dan Prya Chairullah (14). Perusahaan yang sudah berdiri selama 11 tahun ini memiliki 10 karyawan tetap.
Suami dari Chrisan Priyandaning ini memiliki semangat kuda. Kata Abdilah, kuda adalah kuat, ulet, dinamis, dan agamis. Semangat ini juga yang menjadikan dia berkreasi dan memanfaatkan situasi. Ketika menjenguk kawan yang terbaring di rumah sakit, ia melihat tumpukan kapas yang ada di temat sampah. Dari sinilah ia membuka usaha distribusi kapas ke pasar-pasar tradisional.
Gimana ? Masih mau bicara itu adalah nasib . . .?
Regards,
DJODI ISMANTO
Mitsubishi Motors - Group Sumatra Berlian
From nice city of Medan
Wednesday, April 11, 2007
Posted by DJODI ISMANTO at 11.4.07
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment